Mahasiswa Muslim di Jakarta pasca-1999
Al-Bana Conceicaõ [1]
‘Saya adalah pemimpin Kormantim (Koordinator Mahasiswa Islam Timor), sebuah organisasi untuk Muslim Timor Timur yang didirikan di Jakarta oleh Abdul Malik Soares pada tahun 1995.”
Pra-1999
‘Yayasan Yakin mengorganisasi pendidikan pra-tersier bagi para mahasiswa/i asal Timor-Timur. Lebih dari itu, kami sering kesulitan mendapatkan dukungan untuk melanjutkan pendidikan kami. Banyak dari beasiswa yang tersedia untuk pendidikan pasca-pendidikan sekunder diberikan kepada mahasiswa muslim keturunan Arab dari Timor Timur, untuk kuliah di Indonesia atau di tempat lain. Organisasi kami, Kormantim, berusaha membantu mahasiswa Timor Timur di Jakarta untuk mendapatkan beasiswa.
‘Pada tahun 1996 Amien Rais menjanjikan Abdul Malik Soares 100 kursi di lembaga-lembaga milik Muhammadiyah bagi mahasiswa/i Timor Timur dalam kurun waktu 10 tahun. Pada saat itu Amien Rais adalah politikus terkemuka Indonesia dan pemimpin Muhammadiyah, salah satu dari dua organisasi Islam terbesar di Indonesia.
‘Pada tahun 1997 sebuah organisasi kesejahteraan sosial Islam, yakni Yayasan Amanah Ummat, memberi kami sebuah rumah sebagai asrama. Sebelumnya kami harus membayar kamar kos di daerah sekitar Universitas Muhammadiyah Indonesia (UMI). Sejak saat itu kami dapat tinggal dan berkumpul bersama di asrama yang terdiri dari 13 ruangan. Ada sekitar 25 mahasiswa yang tinggal di sana. Yayasan Amanah Ummat juga memberi kami uang untuk keperluan dapur (dapur umum) dan kami selalu masak dan makan bersama-sama
Pasca-referendum
‘Saya tidak tahu pasti jumlah anak-anak Timor Timur yang masih tinggal dan belajar di Jakarta dan sekitarnya. Yayasan Yakin mengirim mereka tanpa catatan yang jelas. Ketika anak-anak tiba di Jakarta, mereka diserahkan ke bawah perawatan panti-panti asuhan dan pesantren. Tidaklah mudah untuk menemukan mereka karena anak-anak itu akhirnya menggunakan nama-nama Islam. Banyak juga dari mereka yang kembali ke Timor Timur tanpa memberitahu organisasi atau orang yang membawa mereka ke Jakarta. Sisanya telah menikah dan tinggal di Jakarta, tetapi tidak berkomunikasi dengan kami di Kormantim.
‘Sementara itu, ada beberapa anak yang lebih muda yang tinggal di pesantren di dekat kami. Biaya kuliah dan tempat tinggal mereka ditanggung oleh pesantren tersebut. Sebagian besar dari mereka berasal dari Timor Barat dan dibawa oleh saudara yang lebih tua atau oleh orangtua. Kami mendengar bahwa orang-orangtua dari sejumlah anak tersebut telah kembali ke Timor Timur, meskipun tidak ada yang memaksa para mahasiswa ini untuk tinggal di sini. Salah seorang mahasiswa, Igidio, dikirim oleh Yayasan Yakin ketika ia masih duduk di bangku sekolah dasar sehingga ia tidak bisa mengingat asal-usulnya. Para mahasiswa yang lain mengetahui di mana keluarga mereka tinggal, meski sebagian dari mereka tidak lagi sering menghubungi keluarga mereka.
‘Setelah referendum kami dipaksa meninggalkan tempat tinggal kami dan uang yang kami terima untuk makan sehari-hari pun dihentikan. Ketika kami membahas masalah ini dengan Yayasan Amanah Ummat, para pengurus yayasan malah menuduh kami mendukung Timor Timur dan bukan Indonesia. Memang betul kami mendukung kemerdekaan Timor Timur. Banyak mahasiswa yang lalu kehilangan beasiswa mereka. Kini jauh lebih sulit bagi kami untuk mendapatkan dukungan ataupun beasiswa baru.
‘Setelah menamatkan kuliah di Indonesia, kebanyakan dari kami ingin kembali ke Timor Timur. Memang, kami belum mengambil kewarganegaraan Timor Timur, sekalipun sebagian dari kami bahkan tidak punya kartu identitas Indonesia. Namun, kami khawatir tentang bagaimana kami akan diperlakukan di Timor Timur karena kami ini muslim.
____________________________________________________
1. Interview tahun 2004, Ciputat, Jakarta Selatan. Al-Bana Conceicaõ adalah seorang mahasiswa pasca-sarjana di Fakultas Filsafat, Universitas Indonesia.