Siti Khodijah (Olinda Soares)

Siti Khodijah, kanan, 2006

Nama anak: Siti Khodijah (Olinda Soares) dan Siti Aminah (Amalia Soares)

Tempat asal: Lelalai, Ossoliru, Quelicai, Distrik Baucau

Nama orangtua: Abidin Haryanto alias Paul João Sigurado (Bapak); Linda Haryanto alias Aqulina Soares (Ibu)

Narasumbur: Bp. Haryanto (Ayah)

‘Saya lahir pada tahun 1948 dan bersekolah di sekolah Portugis. Namun, saya sempat berhenti sekolah karena selain jauh dari rumah, keluarga saya tidak mampu membayar uang sekolah. Saya menyesal karena tidak mengecap pendidikan dan bertekad bahwa anak-anak saya harus bersekolah.

‘Pada zaman Portugis itu saya sempat bergabung dengan militer, yakni Tropas dalam bahasa Portugis. Kemudian saya berjuang dengan Falintil untuk melawan Indonesia. Pada tahun 1980 saya tertangkap dan menjadi TBO (Tenaga Bantuan Oprasi) dari seorang tentara Indonesia dari Jawa Barat. Pada tahun 1985 saya menikah dan pindah ke Lelalai, yang juga terletak di Quelicai.

‘Pada masa Portugis itu saya menjadi orang Katolik. Saat itu, untuk bisa ke sekolah orang harus masuk agama Katolik. Tetapi, setelah Indonesia masuk ke Timor Leste, saya memutuskan untuk masuk Islam.

Faisal Saleh, seorang imam di Timor Leste dan yang tinggal di desa kami, mengajari saya tentang Islam.Tentara Indonesia yang memperkerjakan saya juga seorang muslim. Ia memberitahu saya tentang kemungkinan untuk menyekolahkan anak-anak saya ke Indonesia melalui Yayasan Yakin. Pada tahun 1993 saya mengizinkan kedua anak perempuan saya Aminah (7 tahun) dan Olinda (5 tahun) belajar di Indonesia.

Pendidikan untuk anak-anak saya

‘Alasan mengirim anak-anak kami itu bukanlah kami tidak punya makanan, tapi karena saya ingin mereka mendapatkan pendidikan yang layak. Ketika itu saya mempunyai empat orang anak. Dua anak yang lain meninggal tidak lama setelah dua anak perempuan saya berangkat. Sekarang saya punya sepuluh anak, termasuk Amalia dan Olinda.

‘Waktu itu Faisal Saleh turut bersama saya mengantar kedua anak saya ke Dili. Saya menunggu bersama kedua anak saya di Dili sampai mereka berangkat dengan kapal ke Surabaya. Saat itu ada sekitar 30 anak yang berangkat.

‘Sekali-sekali saya mendengar kabar tentang kedua anak saya dari beberapa saudara, seperti Alex Freitas Haryanto (Lukman) yang kebetulan dipindahkan ke Bandung. Sekali waktu saya mendapat surat dari Olinda yang menceritakan bahwa ketua yayasannya meninggal sehingga mereka dipindahkan ke Bandung.’

 

Awal tahun 2004 Abidin Haryanto mendapat kesempatan untuk berbicara via telepon dengan kedua anak perempuannya di Bandung. Itu adalah kontak langsung pertama mereka setelah sepuluh tahun. Ia mendengar bahwa mereka berdua tinggal di yayasan yang berbeda. Mereka berdua ingin pulang, tapi tidak yakin apakah itu aman. Abidin mengatakan bahwa saat itu ia memang masih membawa senjata untuk melawan pemberontak dan melawan Indonesia, tapi sebetulnya senjata sudah tidak diperlukan. Setahun kemudian kedua anak perempuannya pulang ke rumah. Seorang pendukung integrasi, Hasan Basri, yang tinggal di Bandung waktu itu mencoba mencegah kembalinya mereka sehingga akhirnya ayah mereka harus datang menjemput. Perjalanan Abidin diurus oleh Alola Foundation di Dili.

Siti Khodijah2

Siti Khodijah (Olinda Soares) kiri, dan Siti Aminah (Amelia Soares), dengan ayahnya, Abidin Haryianto, belakang kanan, Bandung, 2005 (Foto: Antonio Freitas)