Kampung Muslim Timor Timur di Sumedang
ANAK-anak berusia di bawah lima tahun, berambut keriting dan berkulit hitam, berlarian dan bercanda dengan sesamanya di sebuah gang sempit. Mereka tertawa lepas, saat salah seorang kawannya terpeleset dan jatuh.
Sementara, beberapa ibu rumah tangga berjilbab mengawasi tingkah-polah keceriaan anak-anak yang tengah bermain di gang yang kiri kanannya terdapat rumah panggung, khas daerah Sumedang, Jawa Barat.
Mereka itu adalah anak-anak keturunan Timor Timur (Timtim) yang tinggal bersama pengasuh mereka di Kampung Babakan Sirna, Desa Gunungmanik, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Sumedang. Mereka penganut Agama Islam yang taat. Di antara pengasuh dan pendidik, ada juga orangtua mereka.
Anak-anak tersebut bulan lalu diincar petugas Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menangani pengungsi (United Nations High Commissioner for Refugees/UNHCR) untuk Timor Timur.
Tapi, badan PBB itu gagal mengangkut mereka, karena dipertahankan pengurus Panti Asuhan Anak Yatim-Piatu yang bermarkas di kampung tersebut. Alasan yang dikemukakan pihak yayasan, anak-anak itu sudah beragama Islam, dan tinggal bersama keluarga atau orang-orang yang masih memiliki hubungan darah.
“Dari lokasi ini orang dari UNHCR hanya berhasil membawa tiga orang ke Timtim. Lainnya kami pertahankan,” kata Abdullah Sagran (27), Wakil Ketua Bidang Pendidikan Yayasan Lemorai Timor Timur yang mempunyai panti asuhan yatim piatu Al-Muhtadin (Yaltim) di kampung tersebut.
Dalam selebaran yang diedarkan Yayasan Lemorai Timor Indonesia yang membawahi panti asuhan tersebut, memang disebutkan, panti asuhan itu diprioritaskan untuk menampung anak-anak yatim piatu dan anak-anak telantar, mu’alaf (baru masuk Islam), dan dari keluarga tidak mampu.
“Mereka rata-rata adalah anak-anak korban pengungsi, meliputi Nusa Tenggara Timur), Ambon, Timor Timur, saat transisi tahun 1999 sampai 2001,” demikian tertulis dalam selebaran.