Achnesia Felina Manganang

Tempat asal: Los Palos

Achnesia Felina Manganang

Achnesia Felina Manganang - co-founder Istoriaku

Pada tahun 1977 orangtua saya menyerahkan saya untuk diadopsi oleh seorang tentara Indonesia ketika saya berumur enam tahun. Saya lalu dibawa oleh tentara itu ke Jawa, Indonesia, dan dibesarkan oleh orangtua angkat saya sebagai anak tunggal. Sebagai anak tunggal saya amat disayang oleh orangtua angkat saya dan mereka mencoba menyekolahkan saya sampai ke perguruan tinggi, kendati mereka bukanlah orang kaya. Sementara itu, ibu kandung saya meminta kepada kakak tertua saya, Juviano Reibero, untuk tetap mencaritahu keberadaan saya. Hubungan kami terputus setelah surat pertama yang berisi foto yang ayah angkat saya kirim dari Jawa ke Timor Leste. Surat itu menjadi surat dan kabar pertama dan terakhir yang keluarga saya di Timor Leste terima. Pada tahun 1985 saya bersama orangtua angkat pindah dari Jawa ke Sulawesi Utara. Ketika duduk di kelas 3 SMA, yakni tahun 1990, kakak saya Juviano berhasil melacak keberadaan saya dan menghubungi ayah angkat saya di Sulawesi via radiogram. Saat itu ayah angkat saya meminta supaya kontak dengan saya ditunda dulu sampai saya lulus SMA. Ayah angkat saya khawatir kabar ini dapat mengganggu konsentrasi saya dalam menghadapi ujian. Namun, ternyata setelah itu tidak pernah lagi terdengar kabar.

‘Tujuh tahun kemudian kami sekeluarga pindah kembali ke Jawa, setelah ayah angkat saya menderita stroke dan mengambil pensiun dini. Tahun 1992 saya melanjutkan pendidikan di Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), Salatiga. Di sana saya bertemu dengan banyak mahasiswa/i asal Timor Leste. Mengherankan karena saya tidak ingat sama sekali nama orangtua saya, tapi masih ingat nama kakak saya, Juviano Ribeiro. Untunglah, justru dengan mengingat nama ini saya bisa bertemu kembali dengan keluarga saya di Timor Leste. Saat bertemu dengan teman-teman dari Timor Leste inilah saya bercerita bahwa saya diadopsi dan hanya ingat bahwa saya punya seorang kakak yang bernama Juviano Reibero dari Los Palos. Ternyata ada seorang teman yang pernah bertemu dan kebetulan mempunyai alamat Juviano di Jakarta. Teman itu kemudian mengirim surat ke kakak saya dan bertanya apakah kakak saya mempunyai seorang adik yang diadopsi oleh seorang tentara di Jawa.

‘Berdasarkan surat tersebut kakak saya, Kak Juvi, datang ke Salatiga sehingga kami dapat bertemu untuk pertama kalinya setelah 15 tahun terpisah. Selanjutnya, Kak Juvi berusaha mendekati keluarga angkat saya di Jawa dan berhasil mendapatkan kepercayaan mereka untuk boleh membawa saya kembali ke Timor Leste, untuk bertemu dengan keluarga kandung saya. Ia menyakinkan orangtua angkat saya bahwa ia tidak bermaksud mengambil dan memisahkan saya dari mereka, melainkan mencoba menyambung kembali hubungan yang telah lama putus di antara kami. Pada tahun 1993 saya akhirnya bertemu dengan keluarga kandung dan keluarga besar saya yang jumlahnya sangat banyak. Itu adalah pertemuan yang sangat indah, mengharukan sekaligus membahagiakan.’

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *